Saturday, 1 December 2012

6 Kendaraan Umum Yang Telah Hilang dari Jakarta !

Kota Jakarta hari ini, penuh dengan suara klakson bus kota, Metro Mini atau Kopaja, angkutan kota, bajaj, ojek sepeda motor hingga seliweran bus TransJakarta. Ingatkah Anda macam transportasi yang berseliweran di Jakarta pada zaman baheula ? mungkin ada beberapa yang merasa kangen dengan kenderaan yang telah lama hilang dari Jakarta Tersebut. Berikut 6 angkutan umum yang sudah 'punah' alias tak Anda jumpai lagi di jalanan Jakarta hari ini:


1. Becak


Pada 1950-an becak merupakan salah satu 'primadona' transportasi di Jakarta. Firman Lubis dalam buku 'Jakarta 1950-an, Kenangan Semasa Remaja' menyebut sekitar 25 ribu becak terdapat di Ibukota pada 1951. Sedangkan menurut sejarawan Susan Abeyasekere dalam bukunya, 'Jakarta: A History', pada tahun 1970 terdapat 92.650 becak yang terdaftar di Jakarta. Diperkirakan jika dijumlah dengan becak yang tidak terdaftar, maka angkanya bisa mencapai 150 ribu.

Saking banyaknya becak di Jakarta, tak jarang alat transportasi beroda tiga ini dilibatkan dalam festival dan perayaan lainnya. Misalnya saja dalam perayaan HUT Kemerdekaan tiap 17 Agustus, becak dihias dan berpawai keliling Jakarta. Menjelang Pemilu 1955 pun becak diberdayakan untuk keperluan kampanye.

Nah, seorang pengayuh becak harus mengantongi rebewes (bahasa Belanda: rijbewijs, semacam surat izin mengemudi). Ujian untuk mendaparkan rebewes dilakukan di Hopbiro di Jalan Medan Merdeka Barat. Selain harus menjawab pertanyaan, para pengayuh becak juga harus menjalani ujian praktik.

Namun seiring semakin padatnya jalan Ibukota dengan kendaraan lain, becak pun perlahan tersingkir. Karena jalannya yang lamban, becak dinilai bisa mengganggu lalu lintas perkotaan. Becak kemudian dilarang beroperasi di Jakarta. Alasannya becak dinilai sebagai alat transportasi yang mengeksploitasi manusia atas manusia. 

2.  Helicak 



Helicak merupakan gabungan kata helikopter dan becak. Dinamakan demikian karena bentuknya yang mirip kedua alat transportasi tersebut. Helicak pertama kali diluncurkan di Jakarta pada Maret 1971, saat pemerintahan Gubernur Ali Sadikin.

Seperti becak, penumpang duduk di dalam kabin dengan kerangka besi dan serat kaca yang ada di bagian depan. Penumpang dipastikan terlindung dari panas, hujan, maupun debu jalanan. Kabin itu hanya muat dua penumpang dewasa. Sedangkan pengemudinya ada di bagian belakang.

Mesin dan bodi utama kendaraan ini adalah skuter Lambretta dengan mesin 150 CC yang didatangkan dari Italia. Ada 400 unit helicak saat diluncurkan pertama kali di Jakarta. Harga satu unit helicak saat itu adalah Rp 400 ribu. Dan saat terakhir diimpor tahun 1979, harganya Rp 525 ribu per unit.

Namun kendaraan ini dinilai tidak aman karena jika terjadi kecelakaan, maka penumpangnya duluan yang menjadi korban. Selain itu, sopir helicak akan kepanasan saat matahari bersinar terik dan basah kuyub saat hujan turun. Karena itu, pengusaha transportasi lebih memilih menggunakan bajaj yang belakangan muncul, sehingga helicak terpinggirkan. Kendaraan ini dilarang untuk dioperasikan oleh Pemda DKI pada 1987.  

3. Oplet 


Oplet berarti mobil penumpang ukuran kecil. Nah, mobil yang digunakan sebagai oplet adalah sedan buatan Inggris dengan ban yang telah dimodifikasi. Austin adalah merek lain yang digunakan sebagai oplet, sehingga oplet kadang disebut 'ostin' oleh orang awam.

Ada yang mengatakan kata oplet berasal dari nama Chevrolet atau Opel. Ada pula yang menyebut oplet berasal dari kata auto let.

Kendaraan ini beroperasi di Jakarta sejak 1930. Mulanya operasi oplet terbatas di daerah Jakarta Timur. Namun kemudian meluas ke daerah lain dengan izin trayek resmi.

Oplet dibagi menjadi dua 'ruangan'. Ruang pertama di bagian depan adalah untuk sopir dan seorang penumpang. Ruangan kedua adalah untuk penumpang. Lantai di ruangan penumpang terbuat dari kayu, dengan atap dari seng dan rangka kayu. Sedangkan jendela oplet terbuat dari kayu dan plastik yang dibentangkan dan bisa dinaik-turunkan.

Pada tahun 1960-an dan 1970-an oplet merupakan kendaraan umum paling populer di Jakarta. Sebab pada saat itu bus ukuran sedang dan besar masih jarang. Namun menjelang 1980, trayek-trayek mikrolet mulai dihapus dan digantikan fungsinya oleh kendaraan lain seperti Mikrolet, Metro Mini, dan Koperasi Wahana Kalpika (KWK). 

4. Delman 


 Delman merupakan kereta dengan dua roda yang ditarik kuda. Nama Delman berasal dari nama penemunya, Ir Charles Theodore Deeleman. Dia adalah insinyur dan juga ahli irigasi yang memiliki bengkel besi di pesisir Batavia (Jakarta sekarang).

Seorang kusir duduk di depan mengendalikan jalannya kuda yang menarik delman. Sedangkan penumpang duduk di dalam, di belakang kusir, dengan duduk berhadap-hadapan. Meski kebanyakan delman merupakan sewaan namun ada juga yang merupakan milik pribadi.

Delman di Jakarta dibuat oleh pabrik-pabrik khusus, salah satunya terletak di Jl Gadjah Mada. Pabrik karoseri delman disebut wagenmakerij yang juga melayani pembuatan dan pemasangan tapal kuda. Tempat ini juga menjadi bengkel delman. Mulanya, delman menggunakan ban besi. Namun setelah jalanan diaspal, ban kuda berganti dengan karet.

Dulu, Delman juga digunakan sebagai media promosi film yang tengah diputar. Poster-poster film dipajang di delman yang berkeliling kota. Pengumuman jadwal pemutaran film dan tabuhan genderang dan tambur bertalu-talu plus bunyi bel membuat kendaraan ini menarik perhatian massa.

Karena kendaraan ini relatif lambat berjalannya dan kotoran kuda bergelimpangan di jalan, perlahan delman mulai ditinggalkan warga Jakarta. 


5. Trem


Trem sudah ada di Batavia (nama Jakarta kala itu) sejak pertengahan 1800 hingga 1900-an. Mulanya trem kuda yang mampu mengangkut 40 orang hadir pada 1869. Keberadaan trem kuda ditulis dalam buku 'Kisah Betawi Tempo Doeloe: Robin Hood Betawi' karya Alwi Shahab.

Seiring perkembangan teknologi, keberadaan trem kuda lantas digantikan dengan trem uap yang muncul sekitar 1881. Lokomotif yang dijalankan dengan ketel uap menggantikan keberadaan kuda yang menarik trem sehingga memiliki rute yang lebih panjang.

Kala itu trem uap melintas dari Pasar Ikan sampai Jatinegara. Pasar Baru, Gunung Sahari, Kramat, Salemba, dan Matraman adalah kawasan yang dilintasi alat transportasi ini.

Kemudian pada 1900, teknologi terbaru ditemukan sehingga meminggirkan trem uap dan menggantikannya dengan trem listrik. Pada 1950-an ada sekitar 5 lin (dari bahasa belanda lijn yang berarti lintasan) di Jakarta. Lin-lin itu antara lain melintasi Kampung Melayu, Jalan Cut Mutia, Jalan Tanah Abang Raya (sekarang Jalan Abdul Muis), Harmoni, dan Pasar Ikan.

Operasi trem ini kemudian dihentikan pada 1959. Tidak jelas mengapa pengoperasian alat transportasi ini dihentikan. Firman Lubis yang merupakan anak Betawi, penulis buku 'Jakarta 1950-an, Kenangan Semasa Remaja' menduga trem sulit dioperasikan atau karena tidak ada dana untuk merawat dan meremajakannya.

6. Bus Tingkat
 
 

Bus tingkat adalah bus dengan dua lantai, di atas dan di bawah. Dengan bus tingkat alias bus tempel ini maka penumpang yang diangkut bisa mencapai dua kali lipat.

Namun bus ini dinilai tidak stabil lantaran posisi titik beratnya tinggi, sehingga hanya sesuai dengan kondisi jalan yang datar. Selain itu, penumpang berkebutuhan khusus juga sulit untuk naik ke lantai dua. Kelemahan lain bus ini adalah karena jalannya yang lambat.

Beberapa jurusan bus tingkat yang pernah beroperasi di Jakarta antara lain Senen - Blok M, Blok M - Pulo Gadung, dan Blok M - Kota.

Seiring perkembangan pembangunan di Jakarta, tidak semua jalan 'ramah' pada bus model doubledecker itu. Karena tinggi, bus itu bisa menyangkut di terowongan. Selain itu konon sistem mesin di belakang mengakibatkan mudah terbakar.

Kini, bus tingkat di Jakarta sudah 'almarhum'. Namun badannya masih bisa anda temui antara lain di kawasan terminal Blok M, Jakarta Selatan. Bus tingkat dijadikan distro pakaian.